Pada dekade terakhir ini, 90 persen bencana yang terjadi di berbagai belahan dunia terkait dengan perubahan iklim. Peran media menjadi sangat penting dalam menunjang edukasi untuk membuat langkah adaptasi dan mitigasi mengurangi dampak perubahan iklim tersebut.
Demikian dikemukakan Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) Michel Jarraud dalam pembukaan lokakarya Media 21 Global Journalism Network dengan tema ”Perubahan Iklim III: Dampak Terhadap Kawasan Pantai dan Negara Kepulauan”.
Loka karya yang dimulai Senin lalu hingga Kamis (26/6) di Geneva, Swiss, ini akan dilanjutkan dengan tinjauan lapangan ke Benin, salah satu negara miskin di wilayah Afrika barat hingga Jumat (4/7).
”Bencana banjir merupakan bencana yang paling banyak terjadi dan menewaskan ribuan orang dari berbagai negara setiap tahun,” kata Jarraud.
Bencana banjir, lanjutnya, terjadi karena curah hujan ekstrem akibat gangguan cuaca, seperti siklon tropis. Perhatian WMO kini, selain pada persoalan iklim dan cuaca, juga pada persoalan air atau hidrologi.
Dampak lain adalah kekeringan yang mengancam keamanan pangan dunia. Pada dasarnya, fenomena perubahan iklim menimbulkan curah hujan ekstrem dalam waktu makin singkat, kemudian menjadikan masa kekeringan makin panjang. Ketidakpastian alam menjadi semakin tinggi.
Tahun 1997 terjadi kekeringan berkepanjangan di wilayah Asia akibat El Nino. Akan tetapi, pada 2007 dampak La Nina mengakibatkan musim hujan lebih lama di Asia, termasuk Indonesia.
Di Indonesia dampak La Nina pada 2007-2008 juga mengakibatkan banjir yang memakan korban jiwa.
Ancaman kelaparan
Berbagai bencana itu menimbulkan kerentanan sosial, di antaranya ancaman kelaparan. Kepala Divisi Meteorologi Pertanian WMO Mannava Sivakumar mengatakan, bahaya kelaparan saat ini mengancam 800 juta penduduk dunia. Dari jumlah itu, 170 juta orang berusia di bawah lima tahun. Artinya, kini banyak kasus gizi buruk yang merusak harapan bagi generasi mendatang.
Lokakarya ini diikuti 27 wartawan dari 24 negara. Selain berbagai narasumber dari WMO, juga hadir sebagai narasumber Deputi Pengembangan Kemanusiaan pada Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) Cecilia Ugaz dan Gilles Sommeria-Klein, konsultan IPCC (panel internasional mengenai perubahan iklim).
Nick Mills, jurnalis National Public Radio Amerika Serikat, memandu para peserta untuk merumuskan tanggapan dan rencana aksi atas presentasi dari segenap narasumber itu.
”Berbagai persoalan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di berbagai negara saat ini dihadapkan pada kemiskinan. Tetapi, fungsi media untuk edukasi tetap harus dijalankan, antara lain menetapkan media paling murah dan paling mudah dioperasikan, seperti radio,” kata Mills. (NAW/KOMPAS)
Demikian dikemukakan Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) Michel Jarraud dalam pembukaan lokakarya Media 21 Global Journalism Network dengan tema ”Perubahan Iklim III: Dampak Terhadap Kawasan Pantai dan Negara Kepulauan”.
Loka karya yang dimulai Senin lalu hingga Kamis (26/6) di Geneva, Swiss, ini akan dilanjutkan dengan tinjauan lapangan ke Benin, salah satu negara miskin di wilayah Afrika barat hingga Jumat (4/7).
”Bencana banjir merupakan bencana yang paling banyak terjadi dan menewaskan ribuan orang dari berbagai negara setiap tahun,” kata Jarraud.
Bencana banjir, lanjutnya, terjadi karena curah hujan ekstrem akibat gangguan cuaca, seperti siklon tropis. Perhatian WMO kini, selain pada persoalan iklim dan cuaca, juga pada persoalan air atau hidrologi.
Dampak lain adalah kekeringan yang mengancam keamanan pangan dunia. Pada dasarnya, fenomena perubahan iklim menimbulkan curah hujan ekstrem dalam waktu makin singkat, kemudian menjadikan masa kekeringan makin panjang. Ketidakpastian alam menjadi semakin tinggi.
Tahun 1997 terjadi kekeringan berkepanjangan di wilayah Asia akibat El Nino. Akan tetapi, pada 2007 dampak La Nina mengakibatkan musim hujan lebih lama di Asia, termasuk Indonesia.
Di Indonesia dampak La Nina pada 2007-2008 juga mengakibatkan banjir yang memakan korban jiwa.
Ancaman kelaparan
Berbagai bencana itu menimbulkan kerentanan sosial, di antaranya ancaman kelaparan. Kepala Divisi Meteorologi Pertanian WMO Mannava Sivakumar mengatakan, bahaya kelaparan saat ini mengancam 800 juta penduduk dunia. Dari jumlah itu, 170 juta orang berusia di bawah lima tahun. Artinya, kini banyak kasus gizi buruk yang merusak harapan bagi generasi mendatang.
Lokakarya ini diikuti 27 wartawan dari 24 negara. Selain berbagai narasumber dari WMO, juga hadir sebagai narasumber Deputi Pengembangan Kemanusiaan pada Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) Cecilia Ugaz dan Gilles Sommeria-Klein, konsultan IPCC (panel internasional mengenai perubahan iklim).
Nick Mills, jurnalis National Public Radio Amerika Serikat, memandu para peserta untuk merumuskan tanggapan dan rencana aksi atas presentasi dari segenap narasumber itu.
”Berbagai persoalan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di berbagai negara saat ini dihadapkan pada kemiskinan. Tetapi, fungsi media untuk edukasi tetap harus dijalankan, antara lain menetapkan media paling murah dan paling mudah dioperasikan, seperti radio,” kata Mills. (NAW/KOMPAS)
Source :http://www.kompas.com/read/xml/2008/06/25/10184820/90.persen.bencana.terkait.perubahan.iklim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar