Dikisahkan ada seorang saleh zaman doeloe diminta untuk memimpin lembaga peradilan. Ia berkonsultasi dengan gurunya, "Wahai guru, apabila aku jadi diangkat sebagai hakim, tidak ada yang akan aku lakukan kecuali amar ma’ruf nahi mungkar ". Sang guru memberi nasehat : "Sebenarnya apa yang ada dalam benakmu tersebut hanyalah tipu daya setan. Sebab, orang-orang sebelum kamu tidak mampu menegakkan apa yang engkau ucapkan ". Muhammad bin Al-Wasi’ menambahkan : "Orang yang pertama kali didakwa pada Hari Kiamat adalah para hakim, dan sangat sedikit dari mereka yang selamat".
Suatu ketika Syaikh Al-Muzani ditawari jabatan hakim agung oleh seorang gubernur di Irak. Beliau menolak. Alasannya, masih banyak orang yang layak memegang jabatan tersebut. Namun gubernur memaksanya untuk menerima jabatan tersebut. Akhirnya Al Muzani menerima tawaran itu, namun dengan satu syarat : "Engkau dan orang-orang di lingkungan kekuasaanmu bersedia dihukum olehku jika melakukan kekeliruan ". Sang gubernur berkata, "Aku memilihmu sebagai hakim agung karena aku yakin engkau dapat menghukumku jika aku berbuat salah. Sebab, aku perhatikan, hakim-hakim di lingkunganku tidak mau menghukumku dan kerabatku jika melakukan kekeliruan. Aku bersyukur kepada Allah mendapatkan orang sepertimu. Semoga Allah memperbanyak manusia yang bermental seperti dirimu ".
Dari Buraidah RA, Rasulullah SAW bersabda : "Hakim itu terdiri atas tiga kelompok, dua kelompok berada di neraka dan satu kelompok berada di surga. Kelompok pertama adalah hakim yang mengetahui kebenaran (fakta) kemudian ia menetapkan keputusannya berdasarkan kebenaran tersebut, maka ia akan berada di surga". "Kelompok kedua, lanjut Nabi Muhammad dalam hadis Hakim itu, "Adalah hakim yang tahu kebenaran (fakta) tetapi ia tidak memutuskan berdasarkan kebenaran itu, maka ia berlaku zalim dan tempatnya adalah di neraka. Ketiga, hakim yang tidak tahu kebenaran (fakta) dan ia menetapkan keputusan kepada manusia berdasarkan kebodohannya, maka tempatnya di neraka ".
Didalam buku ‘ 99 Akhlak Sufi " oleh ‘Abd Al-Wahhab Al-Sya’rani antara lain dikatakan, "Beberapa sufi ada yang tidak mengizinkan pengikut mereka untuk menjadi pejabat pada suatu lembaga atau memegang amanat yang tidak mengandung unsur keselamatan di dalamnya." Muhammad bin Al-Wasi berkata, ‘ Orang yang pertama kali didakwa pada Hari Kiamat adalah para hakim, dan sangat sedikit dari mereka yang selamat ".
Umar bin Khathab, seseorang yang dianggap sebagai penghulu sufi, tidak pernah terlelap dalam tidur, siang atau malam, selama ia menjadi khalifah. Ketika ditanya tentang sebabnya, beliau menjawab, "Jika aku tidur di waktu siang, urusan rakyatku akan terbengkalai. Sedangkan, jika aku tidur di waktu malam, urusan Tuhanku terabaikan ". Ketika Umar dilantik menjadi khalifah kedua, beliau berkata antara lain "Kalaulah aku tahu ada di antara kamu lebih baik dan lebih kuat dariku dalam menjalankan tanggung jawab sebagai khalifah, aku lebih rela leherku dipotong daripada menerima jabatan itu ". Ketika hampir wafat setelah ditikam, beliau berpesan kepada anaknya Abdullah, "Wahai Abdullah, keluarga Umar tidak menaruh niat sedikit pun untuk menjadi khalifah. Cukuplah di kalangan mereka Umar Al Khattab saja yang akan ditanya oleh Allah SWT tentang tanggung jawabnya terhadap umatnya. Anakku, sekali-kali jangan, jangan engkau mengingat-ingat akan jabatan khalifah ini…"
Fudhail bin ‘Iyadh berkata, "Orang yang mencintai kekuasaan senang menceritakan aib orang lain dan membenci untuk menceritakan kebaikan orang demi menjaga kewibawaannya dan mempertahankan kekuasaannya." Imam Syafei memberi nasehat, "Jauhilah orang yang suka mencari kedudukan atau meminta jabatan. Sebaliknya, dekatilah orang-orang yang meninggalkan kekuasaan dan membenci kedudukan". Imam Syafei ketika ditawari jabatan memerintah, ditolaknya. Demikian pula Imam Ahmad. Namun mereka tetap memberi nasehat kepada pemerintah agar berlaku adil.
Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhammad At Tamimi dalam bukunya ‘Meninjau Sistem Pemerintahan Islam’ antara lain menulis " … dalam sejarah Islam seperti yang dipraktekkan oleh ulama-ulama besar, salafussoleh, tokoh-tokoh sahabat, imam mazhab yang empat dan lain-lain, jabatan sebagai pemerintah tidak direbut atau diminta-minta. Mereka bukan saja tidak berani mengaku untuk bersikap adil pada rakyat, bahkan mereka merasa takkan mampu berlaku adil. Karena jabatan itu tidak diminta-minta bahkan ditolak ketika ditawarkan. Mereka sanggup didera daripada jadi Pemerintah. Tidak pernah terjadi di kalangan mereka ada yang dipenjara karena gila merebut kekuasaan. Rasulullah sendiri pun pernah menolak permintaan Abu Hurairah yang meminta untuk menjadi Pemerintah. Sedangkan sahabat itu adalah orang yang cukup baik ".
Abu Sa’id bin Samurah RA berkata bahwa Rasul SAW telah bersabda kepada saya : "Ya Abu Sa’id , jangan menuntut kedudukan dalam kepemimpinan/pemerintahan karena jika kau diserahi jabatan tanpa diminta, kau akan dibantu oleh Allah dalam melaksanakan tugasnya. Tetapi kalau dalam jabatan itu karena permintaanmu, maka akan diserahkan keatas bahumu atau kebijaksanaan sendiri. Dan apabila engkau telah bersumpah untuk sesuatu kemudian ternyata jika kau lakukan lainnya akan lebih baik, maka tebuslah sumpah itu dan kerjakan apa yang lebih baik itu " (HR.Bukhari dan Muslim). Wallahualam. **
Source : www.pontianakpost.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar