Jumat, 24 Juli 2009

Temuan Ilmiah Modern: Amal Baik Membahagiakan

Oleh: Syaefudin

Para ilmuwan dari Universitas Rochester, Amerika Serikat, telah meneliti 147 orang alumni dari dua perguruan tinggi. Para mantan mahasiswa itu dinilai segi kepuasan hidup mereka, harga diri, perasaan khawatir, tanda-tanda adanya perasaan terkekan (stres) pada raga, serta pengalaman kejiwaan yang baik dan buruk. Penelitian dilakukan dua kali, yakni tahun pertama dan kedua setelah kelulusan.

Penelitian yang dilakukan Christopher Niemic, Richard Ryan, dan Edward Deci ini mengelompokan pertanyaan menjadi dua bagian. Pertama, yang berhubungan dengan persahabatan yang erat dan langgeng, serta sikap menolong memperbaiki hidup orang lain. Bagian ini disebut aspirasi intrinsik, atau cita-cita yang bersumber dari dalam diri. Pengelompokan kedua berkaitan dengan keinginan menjadi seorang yang kaya dan mendapatkan pujian. Bagian terakhir ini digolongkan ke dalam aspirasi ekstrinsik, yakni cita-cita yang bersumber dari luar. Para peserta diminta menilai kedua jenis cita-cita tersebut. Mereka juga melaporkan sejauh mana mereka telah meraih tujuan itu.

Apa kata peneliti?

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cita-cita intrinsik lebih membuat orang bahagia daripada ekstrinsik. Dengan mencapai tujuan intrinsik, mereka telah memenuhi kebutuhan dasar kejiwaan. “Cita-cita intrinsik kelihatan lebih dekat hubungannya dengan diri seseorang, lebih pada apa yang ada dalam diri, daripada apa yang ada di luar diri”, jelas Christopher Niezmic.

Berjuang sekuat tenaga untuk mendapatkan kekayaan dan sanjungan di satu sisi tak banyak membawa kebahagiaan. Sikap tersebut membuat diri merasa selalu kekurangan. Meski dipandang sebagai prestasi, pencapaian tujuan ekstrinsik seperti harta, pujian, dan ketenaran belum cukup memuaskan hati. Bahkan, usaha menggapai ‘kenikmatan duniawi’ ini dapat menimbulkan rasa malu, marah, gelisah, sampai gangguan raga seperti sakit kepala, sakit perut, dan kehilangan tenaga.

“Meskipun kebudayaan kita menaruh penekanan kuat pada pencapaian kekayaan dan ketenaran, mengejar tujuan-tujuan ini tidaklah bersumbangsih pada diraihnya kepuasan hidup. Hal-hal yang dapat membuat hidup Anda bahagia adalah berkembangnya pribadi, memiliki hubungan kasih sayang, serta memberi manfaat bagi masyarakat Anda”, saran Prof. Edward Deci.


Sebagai contoh, Chelsea McGuire, penerima beasiswa Fulbright. Calon dokter ini akan menghabiskan setahun di Republik Dominika untuk membantu menanggulangi penyebaran penyakit HIV, sebelum ia masuk Sekolah Kedokteran. Ia ingin menjadikan pelayanan kesehatan, yang ia pandang sebagai ‘kebutuhan pokok sebelum segala lainnya’, semakin besar dirasakan manfaatnya dan terjangkau. “Itu bukan pekerjaan yang memesonakan, terutama dalam hal berlimpahnya ketenaran dan harta. Namun itulah yang saya pikir dapat membuat saya lebih bahagia daripada selainnya”, katanya

Ashley Anderson, Presiden organisasi kampus Black Students’ Union yang sekaligus penari handal berharap dapat menyediakan kesempatan pendidikan bagi semua, tanpa menghiraukan ‘syarat khusus’ atau cap lainnya. Dia berpikir dengan menjadi cerdas dan punya perencanaan ke depan, keuangannya akan terjamin tanpa perlu menjadi materialistis. “Saya orang beriman,” katanya. “Tidak ada jumlah uang yang mampu menyamai apa yang Tuhan dapat berikan kepada saya dan apa yang dapat saya berikan kepada orang lain”.

Senada dengan dua orang sebelumnya, seorang calon analis industri pelayanan kesehatan, Asher Persigian, berkata, “tanpa orang-orang… untuk berbagi hidup dengan Anda, saya sungguh melihat tak ada gunanya”. Ketika mendapatkan beberapa tawaran pekerjaan, ia mengambil tawaran bekerja yang di dekat tempat asalnya dan dekat keluarganya bermukim.

Kunci bahagia

Demikianlah hasil penelitian terbaru tentang kekayaan, kemasyhuran, dan sanjungan. Ternyata, cita-cita hidup semacam itu tidaklah cukup membahagiakan.

Pencapaian tujuan hidup intrinsik berdampak baik bagi kesehatan jiwa. Sedangkan pencapaian cita-cita ekstrinsik merupakan pertanda terjangkiti penyakit kejiwaan atau adanya ketidakbahagiaan. Cita-cita intrinsik yang berupa hubungan antar-manusia yang dilandasi cinta kasih dan kepedulian, serta dimilikinya keahlian dan keterampilan melalui perjuangan berat, memiliki manfaat yang terasa langgeng. Sebaliknya, cita-cita ekstrinsik berupa menumpuk harta dan pujian, dirasakan cepat memudar dan segera terlupakan.

Terdapat sejumlah keuntungan lain bagi mereka yang memiliki tujuan hidup intrinsik, yakni yang menaruh perhatian pada berkembangnya pribadi, eratnya hubungan antar-manusia, keterlibatan dalam kegiatan masyarakat, dan kesehatan raga. Mereka ini lebih merasakan adanya kesejahteraan, prasangka baik terhadap diri mereka sendiri, pertalian yang lebih erat dengan sesama, dan lebih sedikit memiliki tanda-tanda stres pada tubuh mereka.

Utamakan amal baik

Hasil ini membuktikan betapa rapuh tujuan sebagian orang yang telah dilalaikan dunia. Mereka berpacu menumpuk harta dan mengharap pujian. Ada yang yang ikut kontes bintang agar cepat terkenal. Sebagian bermain lotere, berjudi, bahkan ada yang ke dukun minta jimat penglaris barang dagangan sehingga cepat menjadi jutawan. Seakan-akan, hanya itulah tujuan hidup di bumi, yang ternyata terbukti secara ilmiah tidak membawa kebahagiaan hidup.

Dunia dan isinya bukanlah sesuatu yang kekal. Manusia hendaknya lebih mengutamakan amal baik. Karena, inilah yang telah terbukti secara ilmiah dapat memberikan kebahagiaan dalam hidup, sebagaimana pula diperintahkan Pencipta. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an: Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang di terbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah perhiasaan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. Al Kahfi 18: 45-46).

Referensi:

1). Edward Deci, Christopher Niemic, Richard Ryan (2009). Achieving Fame, Wealth, and Beauty are Psychological Dead Ends, Study Says. Rochester.edu. May 14, 2009. (http://www.rochester.edu/news/show.php?id=3377, terkunjungi pada 20 Juni 2009)

2). Edward Deci, Christopher Niemic, Richard Ryan (2009). The Path Taken: Consequences of Attaining Intrinsic and Extrinsic Aspirations in Post-college Life. Journal of Research in Personality. Vol 43 (3):291-306.

3). Joyce Gramza (2009). Money vs Happiness. ScienCentral.com, May 13, 2009. http://www.sciencentral.com/video/2009/05/13/money-vs-happiness, terkunjungi pada 28 Juni 2009).

Source : www.hidayatullah.com

Rupa Guna Air Seni Manusia

Oleh: Syaefudin*

Air seni, air kencing, atau urin adalah nama yang semakna. Ia merupakan cairan sisa reaksi biokimiawi rumit yang terjadi di dalam tubuh. Meski zat buangan, urin manusia masih mengandung bahan kimia seperti nitrogen, fosfor, dan potasium. Bila menumpuk dan tidak dikeluarkan, maka akan menjadi racun yang malah membahayakan tubuh.

Sebanyak 70% bahan makanan (nutrisi) yang dikonsumsi manusia dikeluarkan dalam bentuk air seni. Dalam setahun, seseorang dapat mengeluarkan air kencing kira-kira sebesar 500 liter. Jumlah ini setara dengan 4 kg nitrogen, 0.5 kg fosfor, dan 1 kg potasium. Ketiganya termasuk unsur penting dalam pertumbuhan tanaman.

Pupuk Urin

Walaupun terkadang berbau menyengat, air kencing ternyata membawa manfaat. Contoh penggunaan urin yang kini tengah berkembang adalah sebagai pupuk tanaman. Di beberapa negara, pupuk urin merupakan bagian dari program pemanfaatan limbah yang disebut Ecosan.

Ecological Sanitation (Ecosan) diilhami oleh banyaknya permasalahan lingkungan, terutama yang berkaitan dengan limbah rumah tangga seperti kotoran manusia. Dahulu, sebagian menganggap limbah tersebut tak berguna sehingga sering dibuang begitu saja. Namun, sebenarnya kotoran tersebut dapat diolah sedemikian rupa sehingga lebih berdaya guna. Di samping mampu menjaga kesuburan tanah, teknologi ini juga dapat membantu mewujudkan ketahanan pangan.

Sejumlah negara sudah mulai menggalakkan program daur ulang limbah manusia ini. Sebut saja Cina, Zimbabwe, Meksiko, India, dan Uganda. Bahkan, beberapa negara Eropa juga turut serta dalam program ini, misalnya Jerman dan Swedia.

Menurut Ian Caldwell dan Arno Rosemarin dari Stockholm Environment Institute, Swedia, penggunaan urin dan kotoran manusia sebagai pupuk adalah cara utama dalam menerapkan pertanian berkelanjutan. Lebih jauh lagi, hal tersebut dapat membantu tercapainya ketahanan pangan dan mendukung tersedianya nutrisi yang lebih baik.

Sementara itu, penelitian air seni manusia sebagai pupuk juga telah dilakukan oleh MnKeni bersama teman-temannya dari Universitas Fort Hare, Afrika Selatan. Secara umum, penelitian menunjukkan bahwa penggunaan urin sebagai sumber nitrogen sebanding dengan pupuk urea. Kendati demikian, hasil ini bergantung pada kepekaan tanaman yang dipanen terhadap kadar garam (salinitas) lahan tempat bercocok tanam. Oleh karenanya, perlu pengawasan dalam penggunaan pupuk air seni ini.

Banyak Kelebihan

Pupuk urin memiliki banyak keunggulan, baik dari sisi lingkungan, ekonomi, maupun sosial. Dalam lingkungan, penggunaan pupuk ini memperbaiki penanganan kesehatan masyarakat. Penggunaan pupuk air seni juga mampu meningkatkan hasil panen sehingga taraf hidup masyarakat membaik. Dengan kata lain, air kencing dapat menurunkan angka kemiskinan.

Salah satu masalah yang dikhawatirkan dari pemanfaatan pupuk jenis ini adalah rasa produk tanamannya. Logikanya, penggunaan air seni sebagai pupuk berkemungkinan mempengaruhi mutu hasil tanaman. Namun, permasalahan ini ditepis oleh penelitian Surendra K. Pradhan dan rekannya dari Universitas Kuopio, Finlandia.

Mereka membandingkan penggunaan air kencing manusia sebagai pupuk kubis dengan pupuk buatan industri. Hasilnya, kemampuan pupuk urin sama dengan pupuk buatan industri pada dosis 180 kg N/ha.

Bahkan pertumbuhan, biomassa, dan kandungan klorida tanaman sedikit lebih tinggi jika menggunakan pupuk air seni. Serangga yang biasanya ikut mati akibat penggunaan pupuk industri juga berkurang dengan menggunakan pupuk alami ini.

Penelitian ilmuwan ini membuktikan bahwa air seni manusia dapat digunakan sebagai pupuk tanpa mengancam nilai kehigienisan tanaman yang berarti. Selain itu, rasa produk makanannya juga tak berkurang meski tanaman yang menjadi bahan bakunya diberi pupuk urin.

Lidah Pengecap Air Seni

Keberadaan air kencing manusia yang banyak mengandung zat sisa reaksi biokimiawi tubuh tak hanya dimanfaatkan sebagai pupuk. Cairan berbau ini juga mendorong peneliti untuk menciptakan lidah elektronik. Lidah yang terdiri atas bermacam sensor kimia potensiometrik tersebut digunakan sebagai pendeteksi kegagalan fungsi sistem urin dan kadar kreatinin.

Kreatinin adalah hasil pemecahan kreatinin fosfat di dalam otot. Senyawa ini normal ada dalam urin, yakni sebesar 0.5-1 mg untuk perempuan, dan 0.7-1.2 mg untuk laki-laki. Namun, jumlah yang berlebih menandakan ada kerusakan dalam ginjal.

Di samping dapat mengelompokkan contoh urin yang diteliti, lidah buatan juga mampu membedakan contoh urin orang sehat dengan yang mempunyai penyakit tumor kandung kemih. Dengan data analisis urin yang dihasilkan mungkin bisa mengetahui jenis tumornya, baik yang ganas maupun tidak ganas.

Tanda Kebesaran Allah

Air kencing manusia, ternyata bukan sekedar cairan tak berguna. Sederet manfaat dimiliki oleh cairan tersebut. Inilah satu lagi bukti kebesaran Allah. Sungguh, tiada yang sia-sia segala apa yang telah diciptakan-Nya tak terkecuali air seni.

Oleh karena itu, sudah sepatutnya manusia bersyukur atas apa yang Allah berikan. Sejatinya, hanya Dialah yang mampu menjadikan barang hina seperti urin manusia, dapat berfungsi laksana pupuk dan pendeteksi penyakit. Ini karena Allah adalah satu-satunya Tuhan yang memiliki sifat Maha Pencipta dan Maha Mengetahui, sebagaimana firmanNya: ”Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah Yang Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui”. (QS Al Hijr 15:86) (Syaefudin/www.hidayatullah.com)

Ilustrasi :http://wikimediafoundation.org

Penulis adalah Asisten Dosen Metabolisme, Departemen Biokimia, FMIPA-Institut Pertanian Bogor.